Pagi hari itu terjadi perbincangan menarik di sebuah rumah milik
seorang warga Baduy Luar, di Kampung Kadu Ketuk, Kecamatan Leuwi Damar,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pasalnya, yang mereka bahas adalah
seputar Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Terdengar aneh memang, tetapi
ya itu adanya. Serba kebetulan, dan terjadi begitu saja.
Semua bermula ketika Kompas.com tengah berbincang santai
bersama beberapa warga Jakarta yang berlibur dengan berwisata budaya di
Kampung Baduy, Sabtu (30/3/2013) pagi. Mengisi pagi sambil menyeruput
kopi, lalu bertukar cerita tentang pemimpin Jakarta Baru yang mendadak
fenomenal dengan hobi blusukan dan citra merakyat. Di tengah
perbincangan, seorang warga Baduy Luar, Lamri Nur Alam, langsung
menyambar sambil berkata, “Jokowi ya? Hebat ya, dia?”
Mendengar hal itu, sontak kami semua langsung menoleh ke tempat suara
berasal. Tampak Kang Lamri (sapaan akrabnya) duduk tak jauh dari tempat
kami meriung. “Akang kenal Jokowi?” tanya salah seorang dari kami. “Kenal mah enggak, cuma tahu aja gitu. Katanya hebat ya pembangunannya, orangnya kecil,” jawab Kang Lamri.
Perbincangan yang semula seru membahas Jokowi tiba-tiba bergeser arah
kepada Kang Lamri. Kami coba mengorek-ngorek dari mana dan sejauh apa
dia mengenal Jokowi. Singkat kata, Kang Lamri ngeh dengan nama
Jokowi dari pergaulannya dengan warga di luar Baduy. Sesekali dia juga
sempat melihat berita tentang mantan Wali Kota Surakarta itu dari
televisi.
Sebagai informasi, warga Baduy (Luar dan Dalam) sering kali
menyaksikan televisi yang terdapat di Kampung Ciboleger, kampung
terdekat, di luar kawasan Baduy. Warga Baduy memang masih sangat
tradisional, semua warga hidup tanpa aliran listrik, otomatis tanpa
televisi. Hal yang paling mencengangkan adalah saat Kang Lamri
melontarkan pertanyaan tentang siapa itu Jokowi. Kenal nama, tetapi tak
tahu Jokowi siapa. Unik.
“Emang dia siapa sih?” ujar Kang Lamri polos.
Kami pun tertawa kecil karena tak menyangka kalau nama besar Jokowi bisa mengalahkan nama ibu kota negara yang dipimpinnya. “Hooo Gubernur Jakarta,” kata Kang Lamri setelah kami jelaskan.
Terlalu asyik berbincang, tak terasa gelas-gelas kopi yang semula
terisi penuh telah terkuras habis. Belasan menit kami berbincang santai
dengan suasana hangat, khas kekeluargaan suku Baduy. Tiba saatnya kami
memulai aktivitas lain.
Siang hari, kami mulai bergerak untuk menuju Kampung Gajeboh, masih
di kawasan Baduy Luar. Gajeboh adalah kampung keempat, setelah Kadu
Ketuk, Marengo, dan Cibalimbing. Awalnya kami ingin menuju Kampung
Cibeo, di kawasan Baduy Dalam. Namun, karena sedang bulan Kawalu, selain
warga Baduy dilarang masuk ke kawasan Baduy Dalam. Inilah waktu sakral
untuk masyarakat Baduy, di mana mereka (warga Baduy Luar dan Dalam) akan
berpuasa dan merayakan Lebaran Baduy.
Untuk sampai ke Kampung Gajeboh yang jaraknya sekitar dua kilometer,
kami memerlukan waktu tempuh sekitar 120 menit berjalan kaki. Pasalnya,
selain kontur tanahnya naik-turun dengan kondisi jalan berbatu, kami
juga beberapa kali beristirahat sambil berbincang dengan warga Baduy
yang kami temui. Di sepanjang perjalanan tampak rumah panggung dan
lumbung padi khas suku Baduy, serta hilir mudik warga Baduy (Luar dan
Dalam) yang sibuk dengan aktivitasnya.
Saat kami tiba di Kampung Marengo, kami beristirahat di sebuah rumah
warga yang berfungsi ganda sebagai warung. Berbagai kebutuhan pokok
dijual di warung yang ditinggali oleh seorangambu (ibu) berusia paruh baya. Di warung itu, kami berpapasan dengan empat orang yang semuanya warga Kampung Cibeo (Baduy Dalam).
Memang dasarnya warga Baduy sudah ramah sehingga tak sulit bagi kami
semua untuk kembali terlibat perbincangan. Banyak hal-hal ringan yang
kami bahas. Bercerita soal Jakarta, atau meminta diceritakan mengenai
bulan Kawalu langsung dari sumbernya. Kebetulan sekali, salah seorang
warga Cibeo itu, Sang-Sang, sangat fasih berbahasa Indonesia. Sang-Sang
yang membantu kami menerjemahkan saat kesulitan mencerna bahasa Sunda
Baduy yang khas.
Teringat Kang Lamri yang familiar dengan Jokowi, kami coba mengangkat
isu yang sama untuk Sang-Sang dan teman-temannya. Hasilnya cukup
mengejutkan, “gerombolan” Sang-Sang kenal Jokowi lebih jauh dari yang
kami kira. “Tahu Gubernur DKI Jakarta kan,” kata Sang-Sang, saat kami
tanya apakah kenal dengan Jokowi?
Dari hasil perbincangan, ternyata Sang-Sang cukup hafal dengan
suasana Ibu Kota. Ia sering mengantar kerajinan khas suku Baduy yang
dipesan warga di Jakarta. Sekali perjalanan pergi-pulang, dia biasa
menghabiskan waktu selama 12-14 hari dengan berjalan kaki. Sebagai warga
Baduy Dalam, dia memang pantang menikmati fasilitas kendaraan saat
bepergian.
Terakhir, dia mengunjungi Jakarta pada tahun lalu, di tengah musim
pemilihan gubernur. Kang Lamri dan Sang-Sang merupakan contoh kecil
warga pelosok di luar Jakarta yang mengenal sosok Jokowi. Bahkan bagi
Kang Lamri, Jokowi lebih dikenal ketimbang jabatannya sebagai pemimpin
Jakarta. Semoga berita besar tentang Jokowi berbanding lurus dengan
hasil kinerja, semangat perubahan bangsa yang lebih baik, yang dimulai
dari Ibu Kota-nya.(Indra Akuntono/Kompas.com)
(sumber :http://laskarjokowi.com/2014/03/29/kata-warga-suku-baduy-tentang-sosok-jokowi/ )
pendapat Suku Baduy tentang Sosok Jokowi
Written By aLeyvanard on Rabu, 18 Juni 2014 | 20.40
Ditulis Oleh : aLeyvanard ~ARD'sidiTmi

Related articles
- Sumbang Rp 318 Triliun untuk Negara dari Ekonomi Kreatif Ala Jokowi
- Kami Butuh Pemimpin seperti Jokowi -kata Warga Malaysia
- Tak Ada Pemimpin Sehebat Jokowi di Negeri Kami (kata Seorang warga Australia)
- Harta Kekayaan Jokowi?
- Jokowi Sulit “Dimistik” karena Jujur dan Selalu Berpikir Positif
- kehebatan Presiden yang Katanya 'Plonga-plongo' Itu Ternyata...
Blog, Updated at: 20.40
Pasang Taruhanmu Malam Ini Hanya Di www(dot)updatebetting(dot)co
BalasHapusUntuk Info Cara Daftar Silahkan Hubungi CS Kami Di Bawah Ini :
BBM 7ACD8560, Whatsapp (+855) 979542957, Line Updatebetting
agen365 menyediakan game : sbobet, ibcbet, casino, togel dll
BalasHapusayo segera bergabung bersama kami di agen365*com
pin bbm :2B389877